![]() |
Aku, suami dan anakku Palwa |
Labaik Allahumma Labaaik, labaaik Laa Syarika Laka
Labaaik Inal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal Mulka La Syarikalah….
Sejak menjalankan ibadah umroh pada tahun 2012, hatiku selalu rindu untuk
kembali ke Baitullah. Dan entah mengapa aku yakin akan bisa kembali. Padahal
sejak akhir 2012 aku mengundurkan diri dari tempatku bekerja. Artinya aku tak
punya pendapatan tetap untuk bisa menabung. Bagaimana mungkin kami bisa kembali
ke Tanah Suci?
Tetapi Allah
memudahkan jalan bila kita bersungguh-sungguh. Saya mendapat tawaran menjadi
kontributor berita di sebuah portal berita. Hasilnya saya tabung. Begitu pula
ketika diajak teman untuk menulis buku kisah para aktivis “Angkatan 66”,
hasilnya kutabung. Di situ terselip impian dan angan-angan bisa kembali
melaksanakan umroh.
Setiap shalat aku
selalu berdoa agar dimudahkan kembali ke Tanah Suci. Aku ingin merasakan
kembali kebahagiaan beribadah di Masjid Nabawi dan Raudhoh serta Masjidil
Haram. Seringkali dalam shalat dan doa, air mataku bercucuran. Betapa rindunya
ya Allah….
![]() |
Suasana Pesawat Ettihad Abu Dhabi-Madinah |
Awalnya
berangan-angan bisa umroh pada 2014, tapi tidak terwujud. Suamiku selalu
menghibur,”Nanti in syaa Allah kita bisa kembali. Nanti kalau si kakak
(Lorosae, anak sulungku) sudah masuk SMA.”
Waktu terus
berjalan. Tahun 2015 tidak juga bisa umroh. Tabungan sudah terkumpul, tapi ada
beberapa kebutuhan dana besar. Selain itu kesibukan suamiku tak memungkinkan
mengambil cuti kerja. Sebagai perempuan, aku tetap ingin didampingi mahram saat meninggalkan rumah.
Kerinduanku makin
tak terbendung. Setiap kali nonton siaran langsung ibadah thawaf dan sai dari
Mekkah, air mataku mengambang di pelupuk mata.
Dan baru awal
2016, kami bertekad menunaikan ibadah umroh. Tahun 2016 posisi rupiah atas
dolar AS, terpuruk. Alhasil biaya umroh meningkat tajam. Jika pada 2012, kami
bisa berangkat dengan biaya sekitar Rp 15, 5 jutaan, kini sekitar Rp 25 juta.
Ini juga menjadi salah satu dorongan untuk tidak menunda umroh. Tidak terbayang jika
tertunda lagi, takut biayanya makin tinggi dan tak terjangkau.
Ingin rasanya
berangkat pada Maret 2016. Tetapi pada bulan-bulan itu, suamiku tidak mungkin
ambil cuti kerja. Suamiku usul di akhir tahun saja, dengan pertimbangan cuaca
di Arab Saudi lebih sejuk dibanding berangkat pada pertengahan tahun. Setelah
berdiskusi, akhirnya kami ambil waktu sekitar bulan Mei. Karena tabungan
terbatas dan atas beberapa pertimbangan lain, kami hanya berangkat bertiga.
Aku, suami dan si bungsu Muhammad Palwa. Sedangkan si sulung, Lorosae, tidak
ikut serta.
Sejak itu, aku
mulai rajin berselancar di internet, mencari informasi pada penyelenggara
umroh. Kali ini, perasaan agak was-was karena banyak kasus jemaah umroh gagal
berangkat. Ternyata umumnya mereka mendaftar pada biro umrah tak berizin.
Demi rasa aman,
aku membuka website Departemen Agama RI untuk mengetahui daftar penyelenggara
umroh berizin. Satu per satu penyelenggara umroh resmi ini kupelajari via
website. Dan jika sudah ada program umroh yang menarik, aku menelepon untuk
meminta penjelasan langsung. Tak terhitung jumlah penyelenggara umroh yang ku
pelajari.
Yang pertama
kulakukan, pilih travel berizin atau terdaftar di Depag. Kedua, kupilih program
yang waktu pemberangkatannya sesuai dengan rencana. Aku memilih tanggal 1 Mei/24 Rajab,
karena pada pekan tersebut bertepatan dengan peringatan Isra Miraj.
Ketiga, memilih travel yang biayanya relatif terjangkau. Keempat, pertimbangkan akomodasi. Terutama jika seperti saya yang membawa anak, akomodasi jarak penginapan ke Masjid Nabawi/Masjidil Haram. Begitu pun jenis pesawat perlu diperhatikan agar anak tidak rewel saat di perjalanan. Kelima, pertimbangkan ada tidaknya muttawif/pembimbing ibadah untuk mempermudah ibadah kita.
Ketiga, memilih travel yang biayanya relatif terjangkau. Keempat, pertimbangkan akomodasi. Terutama jika seperti saya yang membawa anak, akomodasi jarak penginapan ke Masjid Nabawi/Masjidil Haram. Begitu pun jenis pesawat perlu diperhatikan agar anak tidak rewel saat di perjalanan. Kelima, pertimbangkan ada tidaknya muttawif/pembimbing ibadah untuk mempermudah ibadah kita.
Setelah
menghubungi sekitar 5 travel, akhirnya kami memilih penyelenggara umroh berizin
yang beralamat di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. SubhanAllah begitu membulatkan tekad umroh, posisi mata uang rupiah menguat menjadi Rp 13.180 setelah sebelumnya nyaris mencapai Rp 14.000/dolar AS.
Dengan biaya sekitar Rp 21 juta ditambah perlengkapan Rp 1,5 juta/orang, kami bisa mendapatkan akomodasi menarik. Pesawat menggunakan Etihad transit di Abu Dhabi, dilanjutkan terbang dari Abu Dhabi langsung ke Madinah (tidak lewat Jeddah). Hotel yang kami inapi cukup dekat masjid Nabawi maupun Masjidil Haram, masing-masing di hotel bintang 5 untuk Madinah dan bintang 4 untuk Makkah. SubhanAllah, Allah yang menyediakannya.....
(Bersambung/Marmi Panti Hidayah)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar