Kamis, 30 Oktober 2014

Sehari di Tiga Masjid: Kubah Emas, Andalusia, dan Az-Zikra (1)


Penulis (kanan) di halaman samping Masjid Kubah Emas 

Oleh: Marmi Panti Hidayah

Pertengahan Oktober 2014 di hari Sabtu, kami melakukan safar ke tiga masjid ternama di wilayah Depok dan Sentul, Provinsi Jawa Barat. Berangkat dari Bekasi sekitar pukul 07.30, karena target kami adalah bisa melakukan shalat Dhuha di Masjid Kubah Emas Dian Al-Mahri.

Jalur paling mudah dilalui adalah melalui jalan tol lingkar luar. Dari kawasan Taman Galaxy Bekasi Selatan, kendaraan masuk ke Tol Cikunir. Hari masih pagi, sehingga jalan tol relatif lancar. Kendaraan keluar di Pintul Tol Fatmawati dekat RSUD, lalu menyusuri Jl Fatmawati menuju Pondok Labu. Sesampainya di Pasar Pondok Labu mengambil arah ke Mal Cinere, kemudian lurus mengikuti jalan menuju arah Sawangan Depok.

Masjid Kubah Emas berada di Jl Meruyung, Kecamatan Limo, Depok. Untuk bisa ke sana, perlu siasat waktu agar tak terjebak kemacetan. Sebab, jalan raya relatif sempit, tidak sebanding dengan jumlah kendaraan yang melintas.

Sekitar pukul 09.15 sampailah kami di Masjid Kubah Emas. Menjelang pintu gerbang samping, seorang warga menarik tiket masuk untuk kepentingan lingkungan Rp3.000. Setelah itu, kami kembali harus membayar tiket parkir yang kali ini resmi Rp5.000.

Sungguh luas lingkungan masjid ini. Masjid yang dibuka untuk umum sejak 31 Desember 2006 ini berada di lahan seluas 50 hektar. Masjidnya seluas 8.000 meter persegi. Kendaraan tidak boleh sembarang menurunkan atau menaikkan penumpang di areal masjid, tapi harus dilakukan di tempat parkir.

Lokasi parkirnya lumayan jauh dari masjid. Oleh karena itu, bagi jamaah yang sudah sepuh atau tidak mampu berjalan jauh bisa menggunakan kursi roda. Dari lokasi parkir kita harus menyusuri pedestrian jalan yang kanan kirinya berhias aneka tanaman asri. Lalu melintasi bangunan komersial yang menjual busana muslim, alat shalat, aneka makanan dan minuman.

Sesampainya di halaman masjid, pintu masuk jamaah wanita dan pria terpisah. Untuk bisa masuk ke masjid, kita harus menuruni anak tangga untuk menitipkan alas kaki. Lalu kembali menaiki anak tangga menuju masjid.

Bagian luar masjid ini penuh dengan pilar-pilar yang menawan. Dari depan terlihat jelas kubah utama yang terbuat dari emas berkilau diterpa sinar matahari. Lapisan emas pada kubah ini mencapai 2-3 milimeter, selain juga dihiasi mozaik kristal.

Jika melihat bentuk kubahnya, ingatan langsung melayang ke bangunan Taj Mahal di India. Berbagai literatur menyebutkan, kubah utama ini memiliki diameter bawah 16 meter, diameter tengah 20 meter, dan tinggi 25 meter.

Di sekitar kubah utama terdapat empat kubah kecil yang masing-masing memiliki tinggi 8 meter, berdiameter bawah 6 meter dan tengah 7 meter. Berarti ada lima kubah yang mengacu pada Lima Rukun Islam.

Langit-langit Masjid (foto: Marmi Panti Hidayah)
Sebelum menikmati keindahan masjid, kami mengambil wudhu dulu untuk melaksanakan shalat dhuha. Air sejuk yang mengalir deras dari keran benar-benar membuat rasa lelah sepanjang perjalanan menjadi sirna. Lalu, kami melaksanakan shalat sunnah Tahiyatul Masjid dilanjutkan shalah Dhuha.

Ruangan tempat shalat sangat nyaman. Tidak hanya berpendingin udara, ruangannya sangat luas dan berkarpet tebal nan bersih. Di dalamnya terdapat langit-langit kubah berhiaskan lukisan awan berarak di langit biru. 

Kaligrafi terlihat menghiasi interior masjid. Begitu pula ornament-ornament lainnya yang terkesan artistik. Diperindah dengan lampu gantung yang katanya diimpor dari Italia dengan berat sekitar 8 ton. 

Tak kalah menariknya keberadaan pilar-pilar di areal masjid yang berarsitektur Timur Tengah ini. Seluruh pilar masjid yang berjumlah 168 berlapis bahan prado (sisa emas). Masjid ini juga dihiasi pintu masjid dari bahan kayu jati berornamen.

Banyak jamaah dari luar kota memanfaatkan kemegahan masjid sebagai latar belakang foto. Di dalam masjid sendiri ada larangan berfoto-foto karena bisa mengganggu kekhusyukan beribadah. 

Beberapa jamaah lain memilih beribadah di masjid, seperti membaca Al Qur’an dan berdzikir. Di sana memang tersedia sejumlah Al Qur’an yang tersimpan rapi di dipan kayu.

Menariknya, menjelang ba’da Dzuhur ada penceramah yang kali ini membahas tentang Pentingnya Silaturahmi. Jamaah pria maupun jamaah wanita antusias untuk menyimak ceramah tersebut.

Tidak berapa lama setelah ceramah usai, adzan menggema. Seluruh jamaah yang telah bersuci mulai menyusun shaf, melakukan shalat sunnah Qobliyah. Selanjutnya mereka melakukan shalat Dzuhur dengan sangat khusyuk, berdzikir, dan shalat sunnah ba’diyah.


Jamaah di depan Masjid Kubah Emas
Begitu keluar dari masjid, tukang jasa foto sudah menunggu. Mereka menawarkan foto sekali jepret Rp 20.000. Tentu dengan latar belakang masjid yang didirikan Hj Dian Djuriah Maimun Al Rasyid, pengusaha asal Banten. Jika ingin diperbanyak tarifnya sama saja, Rp 20.000 per lembar.

Usai berfoto yang membutuhkan waktu sekitar 20-30 menit, kami pun meninggalkan Masjid Kubah Emas Dian Al Mahri dengan sarat kesan kekaguman. 

Di areal parkir kami membayar uang parkir kepada petugas yang ada di sana. Begitu keluar dari gerbang, masih ada juga warga yang menarik tarif parkir dengan dalih “seikhlasnya”. Jadi, untuk beribadah di Masjid Kubah Emas, ada empat jenis tarif parkir. Siapkan uang kecil lebih jika anak ke sana. 

Senin, 04 Agustus 2014

Menyusuri Eloknya Laut Gunung Kidul (3) "Pantai Sepanjang Yang Eksotis"

Indahnya langit di Pantai Sepanjang (foto:Marmi Panti Hidayah)


Oleh: Marmi Panti Hidayah
Hujan tak menyurutkan niat untuk menikmati keindahan laut berikutnya, Pantai Sepanjang. Orang bilang pantai ini pesaing Pantai Kuta, Bali, karena memiliki pasir putih yang bersih. Oleh karena itu, tak mau menyia-nyiakan waktu, selagi masih di wilayah Gunung Kidul penyusuran laut berlanjut.
Kira-kira sekitar 3 Km dari Pantai Drini, terdapat penunjuk arah menuju Pantai Sepanjang. Laju mobil pun diarahkan sesuai petunjuk. Saat itu hujan mulai reda, bahkan matahari kembali memancarkan sinarnya. Hanya beberapa meter sebelum Pantai Sepanjang, dua warga melambaikan tangan mengisyaratkan agar berhenti. Rupanya, mereka adalah petugas yang menarik biaya parkir.
Areal parkir di sini lumayan luas, terdapat di sekitar rumah makan dan juga kamar mandi sewa untuk bersih-bersih usai bermain pasir maupun berenang.
Wow! Benar kata orang, Pantai Sepanjang sangat cantik. Kalau boleh dibandingkan, Pantai Sepanjang lebih eksotis dibanding Pantai Indrayanti yang lebih dulu popular.  Di sepanjang jalan raya menuju pantai, telah berdiri saung-saung tempat makan dan juga tempat bersantai yang tertata rapi dan indah. Terlihat sekali upaya pemerintah daerah setempat untuk mengembangkan pariwisata Gunung Kidul.
Gaya wisatawan domestik di Pantai Sepanjang  (foto: Marmi Panti Hidayah)
Gaya wisatawan domestik di Pantai Sepanjang (foto: Marmi Panti Hidayah)
Lingkungannya masih relatif bersih dan suasananya tenang, tidak hiruk pikuk sebagaimana Pantai Indrayanti. Garis pantainya sangat panjang dengan hamparan pasir putih yang masih “perawan”. Gulungan ombak putih bersih yang jika diperhatikan dari jauh seperti kumpulan salju di lautan.
Pantai Sepanjang ini segaris dengan Pantai Krakal dan Pantai Kukup. Di sebelah kiri terdapat bukit karang yang hijau karena ditumbuhi pepohonan. Di celah-celah rekahan batu karang terdapat aneka biota laut, seperti rumput laut, kerang, bahkan bulu babi.
Ketika itu, sinar matahari tiba-tiba meredup dan sebagian langit menjadi sedikit gelap, meninggalkan gradasi warna antara putih, biru, dan abu-abu. Indah sekali. Para wisatawan pun berlomba mengabadikan keindahan alam kala itu.
Beberapa anak duduk di pasir putih sembari mengaduk-aduk pasir dan membuat gunungan-gunungan. Wisatawan yang jumlahnya sedikit terlihat sangat menikmati pantai karena ombaknya tidak seganas di Pantai Indrayanti maupun Pantai Drini.
Melihat Pantai Sepanjang, tidak berlebihan bila orang menyebutnya seperti Pantai Kuta. Pantai ini memang masih bersih dan cantik. Tidak ditemukan bule-bule bertelanjang dada, sehingga tepat sebagai wisata keluarga.
Bagi yang ingin menginap tidak perlu khawatir, karena di Pantai Sepanjang, Pantai Drini maupun Pantai Indrayanti berdiri sejumlah penginapan. Tetapi penginapannya masih terbilang sederhana, belum ada hotel berbintang berdiri.
Namun, pantai-pantai di Gunung Kidul ini potensial dikembangkan lagi untuk menarik wisatawan domestik maupun mancanegara. Fasilitas hotel berbintang diperlukan sebagai nilai tambah, karena sebenarnya pembangunan infrastruktur sudah cukup menunjang. Selain itu, pemerintah daerah setempat harus mampu mempertahankan kondisi Pantai Sepanjang yang relatif masih bersih dengan melarang wisatawan membuang sampah sembarang.
Kita bisa belajar dari Pantai Parangtritis, Pantai Baron, dan Pantai Goa Cemara di yang mulai dikotori sampah, sehingga mengurangi eksotisme laut sebagai kekayaan alam Jogja.

Menyusuri Eloknya Laut Gunung Kidul (2) "Drini Kampung Nelayan Yang Sunyi"

Suami dan anak-anakku di Pantai Drini (foto: Marmi Panti Hidayah)


Oleh: Marmi Panti Hidayah
Sekitar 5 kilometer dari Pantai Indrayanti tepatnya di Desa Ngestirejo, Kecamatan Tanjungsari, terdapat Pantai Drini. Jika berangkat dari Pantai Indrayanti, maka kita cukup mengambil arah kanan dan terus mengikuti jalan hingga ada petunjuk arah menuju Pantai Drini.
Di sini Anda tidak dikenakan tarif masuk, hanya membayar biaya parkir saja.
Suasana Pantai Drini terasa lebih sunyi dibanding Pantai Indrayanti, Pantai Baron, maupun Pantai Sepanjang. Hanya terdengar suara ombak bergulung dan memecah di pasir putih. Tidak ada hiruk pikuk wisatawan maupun pedagang asongan.
 (foto: Marmi Panti Hidayah)
Berlabuh di atas hamparan pasir putih Drini (foto: Marmi Panti Hidayah)
Kendati Drini merupakan kampung nelayan, tidak ada aktivitas nelayan yang biasanya sibuk membawa hasil tangkapan di laut.
Sejumlah perahu nelayan justru berlabuh di atas hamparan pasir putih.
Tidak jauh dari tempat bersandarnya perahu nelayan, beberapa wanita menjual camilan khas laut Gunung Kidul yaitu udang dan ikan goreng. Karena tidak banyak wisatawan yang datang, udang goreng itu masih menggunung di atas tampah lebar. Begitu pula ikan pari goreng, tampak masih utuh. Padahal udang goreng itu harganya murah seperempat kilo hanya Rp25.000.
Di seberangnya berdiri sejumlah tempat makan dalam kondisi sama, sepi. Selama menelurusi laut Gunung Kidul, wisatawan terlihat lebih senang menikmati Pantai Indrayanti, Pantai Baron, maupun Pantai Sepanjang. Keberadaan saung-saung di pantai tersebut, mungkin saja membuat wisatawan enggan beranjak. Padahal, Pantai Drini tak kalah elok.
20140627_090012
Udang goreng khas Pantai Drini dan Indrayanti (foto: Marmi Panti Hidayah)
Pantai Drini memiliki pulau karang yang ditumbuhi pohon. Di antara karang-karang laut air bening memperlihatkan rumput laut dan ikan-ikan kecil. Di atas pulau karang yang teduh tersebut juga bisa dipakai untuk  memandang laut dari ketinggian.
Pulau karang tersebut memisahkan Pantai Drini menjadi dua bagian yakni sisi timur dan barat. Di sekitar karang, air cukup tenang sehingga wisatawan bisa berenang di sini.
Wisatawan yang pernah berkunjung ke Pantai Drini menyebut, destinasi wisata ini paling tepat untuk melihat indahnya sunrise. Jika itu menjadi tujuan Anda, sebaiknya bermalam di sana. Ada beberapa penginapan sederhana yang bisa disewa.
Sayangnya, saat menelusuri Pantai Drini, langit tiba-tiba mendung. Tak berapa lama, air hujan tercurah dari langit. Suasana pun makin sunyi dan kami pun harus beranjak pergi. 

Menyusuri Eloknya Laut Gunung Kidul (1) "Ganasnya Ombak Pantai Indrayanti"

Pantai Indrayanti (Foto: Marmi Panti Hidayah)

Oleh: Marmi Panti Hidayah
Waktu yang paling pas untuk menikmati keindahan pantai adalah pagi atau sore hari. Saat pagi, matahari belum memancarkan sinar panasnya, sehingga menyusuri pasir pantai bisa dilakukan dengan nyaman. Begitu pula pada sore hari, selain tidak terasa panas kita bisa menyaksikan panorama terbenamnya matahari yang sangat cantik.
Dengan pertimbangan tersebut, kami menyusuri eloknya beberapa laut di Gunung Kidul pada pagi hari. Tepat pukul 06.30, berangkat dari penginapan di kawasan Jl Adi Sucipto Jogjakarta menuju Pantai Indrayanti, melalui Janti lalu menyusuri Jl Wonosari melewati Piyungan, tanjakan Bukit Bintang, dan terus mengikuti jalan menuju Kota Wonosari.
Infrastruktur jalan dari Kota Jogja menuju Wonosari sangat baik. Jalanan cukup mulus. Karena masih pagi hari, perjalanan sangat lancar dan bebas kemacetan, termasuk di pertigaan Wiyoro hingga Piyungan yang terkenal cukup padat kendaraan.
Untuk mencapai Pantai Indrayanti, kita tinggal mengikuti jalan lurus hingga kawasan Tepus. Ada rambu-rambu petunjuk arah yang bisa kita ikuti. Namun jangan berharap, petunjuk arah itu menyebutkan nama Pantai Indrayanti. Sebab, petunjuk arah menyebutnya Pantai Pulang Sawal (nama asli Pantai Indrayanti).
Baru setelah memasuki kawasan Tepus, kita akan menemukan rambu menuju arah Pantai Indrayanti.
Untuk mencapai Pantai Indrayanti, harus melewati jalanan berkelok-kelok, tanjakan dan turunan tajam. Kendatipun jalan raya yang dilalui mulus, tak urung perut terasa dikocok-kocok dan menimbulkan rasa mual. Oleh karena itu, sangat penting sarapan pagi sebelum menempuh perjalanan ke Pantai Indrayanti alias Pantai Pulang Sawal, agar perut tidak kembung.
Hanya butuh waktu 1,5 jam untuk sampai ke Pantai Indrayanti. Di pintu masuk pantai, kita harus membayar retribusi Rp 10.000 per orang, belum termasuk ongkos parkir di tempat.
20140627_084553
Wisatawan domestik di bibir pantai (foto: Marmi Panti Hidayah)
Hembusan angin lembut menyapa, begitu sampai di bibir pantai. Debur ombak pantai selatan langsung menyita perhatian. Begitu pula pasir putih yang menghampar di depan mata.
Sudah banyak wisatawan datang tapi hanya beberapa orang yang berani mendekati ombak. Beberapa anak muda memilih naik ke perbukitan karang di sisi laut untuk menikmati indahnya laut maha luas dan batu karang di sekitarnya. Ketika  kami  mencoba mengikuti langkah anak-anak muda itu, tiba-tiba dihadang pecahan ombak yang terlalu menjorok ke daratan.
“Hati-hati Ibu, tidak usah diteruskan ke bukit. Air laut tiba-tiba saja pasang. Ombak tadi menimpa semua dagangan saya,” kata seorang perempuan pedagang makanan, sembari menunjuk kiosnya yang basah. Kursi-kursi dan makanan yang dijualnya baru saja dihantam ombak.
Menurutnya, belakangan ini ombak Pantai Indrayanti tak bisa diprediksi. “Biasanya pecahan ombaknya cuma sampai pasir putih. Tapi bisa saja tiba-tiba pecahan ombaknya sampai menyapu kios pedagang di sini,” tuturnya.
Kondisi itu pula yang menyebabkan wisatawan enggan mendekati ombak. Jet ski pun tak ada yang beroperasi.
Minim pohon penghalang ombak (foto: Marmi Panti H)
Minim pohon penghalang ombak (foto: Marmi Panti H)
Sekitar 50 meter dari tempat tersebut, seorang pedagang lain sedang sibuk memindahkan bangku-bangku kayunya menjauh dari kios.
“Bangkunya saya pindah Bu, soalnya tadi ombak menerjang ke sini,” kata pemilik kios makanan ringan seperti mie, bakso, kopi, dan nasi rames. Terlihat sekali pemilik kios ini gelisah melihat ganasnya ombak pagi hari itu.
Pantai Indrayanti ternyata menghadapi ancaman abrasi yang serius. Padahal, di sepanjang pantai berdiri aneka tempat usaha rakyat, dari tempat makan hingga penginapan. Tanaman penghalang ombak masih sangat minim, sehingga bibir pantai terus tergerus. Jika melihat ancaman pengikisan pantai ini, relokasi tempat usaha rakyat mesti sudah dipikirkan agar tidak terlalu dekat dengan bibir pantai.
Pesona Pantai Indrayanti sudah menyedot perhatian wisatawan domestik maupun asing. Pemerintah daerah setempat juga tampaknya sudah sadar wisata, sehingga membangun infrastruktur penunjang. Geliat pariwisata ini dengan sendirinya juga menghidupkan perekonomian masyarakat setempat.