Minggu, 12 Agustus 2012

Tanah Suci Makkah, Aku Kan Kembali.....(2)







Labaik Allahumma Labaaik, labaaik Laa Syarika Laka Labaaik Inal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal  Mulka La Syarikalah….

SELAIN mengisi hari-hari dengan ibadah di Madinah, ada satu hari digunakan kami sekeluarga beserta rombongan umrah untuk mengunjungi ke tempat-tempat yang membuat iman semakin menebal. Salah satu di antaranya adalah Mesjid Quba. Menurut Ustaz yang mendampingi rombongan, shalat dua rakaat di mesjid ini pahalanya sama dengan pahala umrah. Maka, aku, suami, anak-anakku, adik dan kakakku tak menyia-nyiakan kesempatan 'berbelanja' pahala. Jamaah cukup penuh, dan kami harus bersabar mengantre. Sampai akhirnya, kami bisa melaksanakan shalat Tahiyatul Masjid dan shalat sunnah lainnya.
Usai beribadah, kami diantar ke kebun kurma, merasakan kurma muda yang memiliki banyak manfaat untuk kesehatan. Perjalanan dilanjutkan dengan menuju percetakaan Al Quran terbesar di dunia. Hanya saja, kami tak berkesempatan masuk ke dalamnya karena mendekati ba'da Dzuhur. Semua karyawan yang konon jumlahnya mencapai 1.700 orang telah bersiap shalat. Kami pun akhirnya kembali lagi ke hotel, untuk selanjutnya shalat Dzuhur di Mesjid Nabawi.
Pada hari keempat di Madinah, usai shalat Dzuhur kami diminta untuk berikhram karena akan segera melanjutkan ibadah ke Tanah Suci Makkah. Sungguhpun sedih meninggalkan Madinah dan makam Rasulullah, tapi semua bersemangat untuk melanjutkan ibadah umrah. Setelah mandi dan tanpa wewangian, kami bersiap mengenakan busana umrah. Suamiku mengenakan kain ihram warna putih bersih tanpa kesulitan, karena sebelumnya telah belajar dari seorang ustaz yang didatangkan khusus oleh kakak lelakiku saat masih di Indonesia. Giliran anakku, Palwa, harus mengenakan kain ihram dan ini merupakan tantangan terberat.
Terus terang, anak laki-lakiku yang berusia 4 tahun ini cenderung enggak suka mengenakan baju 'aneh-aneh'. Maka, aku nggak yakin betul dia mau mengenakan kain ihram. Tetapi SubhanAllah, ia nurut saja ketika kain ihram dililitkan di tubuhnya lalu dibantu dengan ikatan tali rafia serta peniti. Ia nggak rewel. PSP di tangan telah mengalihkan perhatiannya dari kain ihram ke permainan. Tapi namanya anak kecil yah....begitu sudah berikhram, gaya duduk tetap seenaknya dan itu bikin banyak orang tertawa geli melihat tingkahnya.
Setelah semua jamaah bersiap, mulailah kami berangkat ke Makkah dengan menumpang bus. Kami akan mengambil miqat di Bir Ali. Di sana kami melaksanakan shalat dan mengucapkan Niat Ihram. Tak kusangka, di sini seorang jamaah perempuan entah dari mana (mungkin Turki), menciumi anak lelaki sembari berucap,"SubhanAllah, SubhanAllah.."
Jika merunut kembali ke belakang, anak laki-lakiku memang paling sering dicium atau diberi kue-kue oleh jamaah lain selama di Madinah. Bahkan, wanita bercadar penjaga Mesjid Nabawi selalu menyapa anakku dengan ramah dan terkesan gemas...
Kembali lagi ke perjalanan kami ke Makkah. Dari Bir Ali, kami terus bertalbiyah: Labaik Allahumma Labaaik, labaaik Laa Syarika Laka Labaaik Inal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal  Mulka La Syarikalah…. Selain itu juga berzikir.
Sebelum mencapai tujuan, kami sempat berhenti di sebuah mesjid di tengah-tengah gurun pasir (saya lupa namanya). Tujuannya adalah menjalankan shalat. Seluruh jamaah turun dari bus, begitu pula denganku. Anak lelaki kugendong keluar dari bus, tetapi udara saat itu sangat dingin membuat anakku menggigil hebat. Takut terjadi apa-apa dengan anakku, aku memilih kembali ke bus. Shalat pun kulaksanakan di dalam bus, karena waktu istirahat di sana sangat singkat.
Dalam perjalanan selanjutnya, kami bertalbiyah dan berdzikir hingga sempat tertidur. Terbangun di tengah malam saat bus memasuki Kota Makkah. SubhanAllah, SubhanAllah, inilah Kota Suci Mekkah--yang selalu membuatku rindu untuk datang. Indah sekali....melebihi keindahan tempat manapun yang pernah kukunjungi. Alhamdulillah, segala puji bagi-Mu ya Allah telah mengizinkan aku dan keluargaku menjadi tamu-Mu di Tanah Suci. 
Sebelum menjalankan ibadah Umrah, kami sempat mempersiapkan diri di hotel yang kala itu letaknya cukup jauh (sekitar 1 Km) dari Masjidil Haram. Sebab, Pemerintah Arab Saudi sedang melakukan perluasan Masjidil Haram, sehingga hotel-hotel di sekitarnya dibongkar untuk dipindah lokasinya. Maka, kamipun mendapat hotel lumayan jauh tetapi itu bukan masalah bagi kami. Usai mandi dan berwudlu, kami berjalan kaki bersama-sama menuju Masjidil Haram. 
Sesampainya di sana, begitu masuk mesjid kami tertegun melihat Ka'bah. Sesaat, kami sibuk dengan perasaan masing-masing. SubhanAllah, Allahu Akbar, Allahu Akbar, Ka'bah....Oh....tak terasa air mataku meleleh tak terbendung. Begitu pula jamaah lainnya....Kami saling berpelukan, bahagia, bahagia, indah, indahhhhhh....kebahagiaan itu tak terlukiskan. Sangat tiada tara.....(bersambung)








Jumat, 16 Maret 2012

Tanah Suci Makkah, Aku kan Kembali…(1)





 Labaik Allahumma Labaaik, labaaik Laa Syarika Laka Labaaik Inal Hamda Wan Ni’mata Laka Wal  Mulka La Syarikalah….

Seruan Talbiyah yang selalu terdengar setiap bulan Dzulhijjah selalu membuatku berurai air mata. Ada kerinduan yang begitu dalam untuk bisa merasakan berada di Baitullah. Akan tetapi mungkinkah? Aku hanyalah seorang wartawan yang berkali-kali kehilangan pekerjaan karena perusahaan kolaps, tak kuat menanggung beban produksi yang begitu tinggi….Sementara teman-temanku lebih beruntung di media massa besar dan prospektif….
Namun, SubhanAllah….tanggal 25 Februari 2012 bibirku mengucap Talbiyah secara langsung begitu Allah memberikan rizki besar dan mengizinkanku datang ke Tanah Suci. Sejak berangkat dari Bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan Turkish Airlines, aku merasa sangat terharu. Sebelum masuk ke pesawat kupeluk erat dan kucium ibuku begitu lama, sembari kuberbisik,”Terima kasih Ibu, atas doamu…atas doamu…aku tak menyangka bisa pergi ke Tanah Suci.”
Bagi orang lain mungkin ini hal biasa. Tapi bagiku luar biasa. Ini hadiah terindah dari Allah atas doa-doaku selama ini. Bahkan, Allah tidak hanya memberikan kemudahan bagiku untuk beribadah, tapi juga memberikan rezeki hingga aku bisa berangkat bersama suamiku dan kedua anakku, Lorosae Kyna Saraswati (11) dan Muhammad Palwa Pranaja Ganesa (4). Sekaligus dengan adikku Yekti Pujirahayu beserta suaminya, Herry, dan kakak perempuanku, Inti Panti Handayani.
Sungguh dengan keikhlasan penuh, aku tak memikirkan pesawat apa yang akan kutumpangi, hotel apa yang akan kupakai untuk bermalam. Pikiranku hanya satu: beribadah di Tanah Suci! Aku ingin suamiku yang seorang mualaf bertambah keyakinan setelah berkunjung ke Baitullah….

Dan Alhamdulillah, keikhlasan itu berbuah kenikmatan luar biasa. Pesawat yang kami  tumpangi, Turkish Airlines, sangat nyaman dan pelayanannya sangat baik. Setelah transit di Singapura selama setengah jam, pesawat  transit di Bandara Istanbul yang begitu dingin (8 derajat celcius) selama 3 jam, dan kemudian berlanjut ke Jeddah.
Meski udara sangat dingin dan lama di perjalanan, anak-anakku yang masih kecil sangat ceria. Terlebih begitu mulai memasuki Kota Madinah. Lagi-lagi, aku menitikkan air mata…sementara anakku begitu takjub melihat megahnya Mesjid Nabawi. SubhanAllah….
Kami diinapkan pihak penyelenggara umroh di Hotel Wassel, entah terkenal atau tidak, tapi bagiku nikmat luar biasa. Lokasinya sangat dekat dengan Mesjid Nabawi. Mudah bagiku untuk menggendong si bungsu, Palwa (berbobot 20 kg), ke mesjid untuk bisa shalat bersama-sama. Ya, setiap menjelang waktu Subuh, anakku yang masih tidur kupakaikan baju hangat plus kaus kaki, lalu kugendong ke Mesjid Nabawi. Kubawakan botol susu juga, sehingga kupastikan dia takkan rewel.  Karena datang lebih awal, Alhamdulillah kami selalu bisa shalat di dalam mesjid dan dalam shaf depan (untuk wanita).
Untuk masuk ke Mesjid Nabawi harus melalui pemeriksaan ketat, dan aku sudah siap mental. Karena sebelum berangkat, kakak laki-lakiku mengundang ustaz untuk memberikan pengetahuan sebelum manasik. Maka, kamera dan handphone selalu kutitipkan pada suami. Perempuan dilarang membawa barang-barang tersebut, sedangkan laki-laki boleh. (Entah mengapa, tapi mungkin untuk meminimalisasi kegaduhan karena perempuan suka foto-foto).
Untuk mengabadikan keindahan Nabawi, kami mengambil gambar dari depan mesjid tersebut yang semakin indah dengan payung-payung keemasan. Usai beribadah, kami janjian berkumpul di suatu lokasi, untuk kemudian pulang ke hotel bersama-sama. Lalu sarapan pagi bersama…..indahnya ya Allah….itu sangat langka bagiku. Selama ini kami sibuk dengan kegiatan masing-masing, sehingga jarang makan bersama-sama di rumah. Apalagi suamiku juga tak biasa sarapan pagi…
Di Medinah semua berubah, hidup kami lebih teratur. Usai sarapan, kami sudah bersiap-siap ke Mesjid Nabawi lagi untuk shalat Dhuha…begitu seterusnya. Waktu kami isi dengan ibadah dan ibadah. Ya, sesekali mampir ke toko-toko untuk membeli oleh-oleh.
Aku merasakan kebesaran Allah dan merasa tenang berada di sisi Rasulullah Nabi Muhammad SAW secara fisik, ketika memasuki Raudhah. Tidak mudah untuk memasuki Raudhah, bersujud di mesjid berkarpet warna hijau ini. Sebab begitu banyak umat dari seluruh penjuru dunia ingin shalat di Raudhah.
Beruntung saat ke Raudhah untuk pertama kalinya, kami ditemani pembimbing yang kami panggil ‘Umi’. Beliau perempuan bercadar yang sangat sabar, memberikan kami petunjuk dan pengetahuan tentang Raudhah. Kami diarahkan untuk terus bershalawat, memasuki Raudhah dengan  kaki kanan sembari berucap,”Ya Allah ampunilah kami dan berikan keberkahan”.
Untuk masuk ke Raudhah, benar-benar perlu fisik kuat. Sangat penuh sesak. Alhamdulillah, anakku Lorosae, meski tubuhnya kurus dan kecil tapi mampu bertahan walau berdesak-desakkan. Kami juga bisa shalat dan berdoa di sana, meski untuk bisa sujud Umi ekstra keras menjaga kami agar tidak sampai dilangkahi jamaah lain.
Tak terasa, air mataku mengalir saat mengucapkan, ‘Assalamu’alaika Ya Rasulullah’, ‘Assalamua’laika ya Abu Bakar’, ‘Assalamu’alaika ya Abbit Umar’. Ya Allah, ya Rasulullah, aku datanggg….Aku ingin Ridho-Mu ya Allah, inginkan doamu ya Rasul….
Sungguh damai, melihat langsung makam Rasulullah…Beliau junjunganku, terasa ada di sampingku…sungguh tak terlukiskan perasaan hati ini….
Shalat dan doaku mengalir dengan sepenuh hati. Apalagi teringat kata-kata Umi tentang sabda Rasulullah SAW,”Satu kali shalat di mesjidku ini lebih baik daripada seribu kali shalat di mesjid lain.”
Pengalaman batin ini membuat kami ingin kembali ke Raudhah. Maka keesokan harinya usai shalat Isya, kami antri kembali untuk masuk Raudhah dan beribadah di sana. Untuk bisa shalat di Raudhah memang perlu kesabaran karena harus antre dengan jemaah lain. Lagi-lagi, semua karena Allah kami bisa beribadah meski dalam kondisi berdesak-desakan. Semua doa kami panjatkan dilakukan dengan bersujud. Karena jika menengadahkan tangan, penjaga akan segera meminta jamaah untuk keluar dari Raudhah. Itu adalah cara yang Umi ajarkan untuk kami.
Alhamdulillah, ibadah di Raudhah untuk kedua kalinya bisa kami lalui meski baru bisa shalat sekitar pukul 24.00 WIB.
Ya Allah, tentramnya hatiku bisa shalat di mesjid ini.….(bersambung)